Sejarah Judo

Judo (bahasa Jepang: 柔道 ) adalah seni bela diri, olahraga, dan filosofi yang berakar dari Jepang. Judo dikembangkan dari seni bela diri kuno Jepang yang disebut Jujutsu. Jujitsu yang merupakan seni bertahan dan menyerang menggunakan tangan kosong maupun senjata pendek, dikembangkan menjadi Judo oleh Kano Jigoro (嘉納治五郎) pada Tahun 1882. Olahraga ini menjadi model dari seni bela diri Jepang, gendai budo, dikembangkan dari sekolah (koryu) tua. Pemain judo disebut judoka atau pejudo. Judo sekarang merupakan sebuah cabang bela diri yang populer, bahkan telah menjadi cabang olahraga resmi Olimpiade.
Sebelum Judo
Pegulat sumo zaman dahulu kala menjatuhkan lawannya tanpa senjata. Hal ini menginspirasikan teknik-teknik bela diri jujutsu. Sumo pada awalnya hanya dinikmati kaum aristokrat sebagai ritual atau upacara keagamaan pada zaman Heian (abad ke-8 hingga abad ke-12).
Pada perkembangannya, Jepang memasuki masa-masa perang di mana kaum aristokrat digeser kedudukannya oleh kaum militer. Demikian pula olahraga yang sebelumnya hanya dijadikan hiburan, oleh kaum militer dijadikan untuk latihan para tentara. Pada masa inilah teknik jujutsu dikembangkan di medan pertempuran. Para prajurit bertempur tanpa senjata atau dengan senjata pendek. Teknik menjatuhkan lawan atau melumpuhkan lawan inilah yang dikenal dengan nama jujutsu.
Pada zaman Edo (abad ke-17 hingga abad ke-19) di mana keadaan Jepang relatif aman, jujutsu dikembangkan menjadi seni bela diri untuk melatih tubuh bagi masyarakat kelas ksatria. Gaya-gaya jujutsu yang berbeda-beda mulai muncul, antara lain Takenouchi, Susumihozan, Araki, Sekiguchi, Kito, dan Tenjinshin’yo.
Awal mula Judo
Jigoro Kano menambahkan gayanya sendiri pada banyak cabang jujutsu yang ia pelajari pada masa itu (termasuk Tenjinshiyo dan Kito). Pada tahun 1882 ia mendirikan sebuah dojo di Tokyo yang ia sebut Kodokan Judo. Dojo pertama ini didirikan di kuil Eisho ji, dengan jumlah murid sembilan orang.
Tujuan utama jujutsu adalah penguasaan teknik menyerang dan bertahan. Kano mengadaptasi tujuan ini, tapi lebih mengutamakan sistem pengajaran dan pembelajaran. Ia mengembangkan tiga target spesifik untuk judo: latihan fisik, pengembangan mental / roh, dan kompetisi di pertandingan-pertandingan.
Judo mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1942 ketika tentara Jepang mulai menduduki Indonesia. Pada hari-hari tertentu tentara Jepang berlatih Judo di lingkungan asramanya, lama kelamaan tentara Jepang bergaul dan bersahabat dengan orang-orang lingkungan asrama tentara Jepang, maka orang Indonesia yang menjadi sahabat dekat tentara Jepang ikut berlatih Judo dan dipilih betul-betul sangat selektif dengan tujuan jangan sampai membahayakan keberadaan tentara Jepang di Indonesia pada waktu itu.
Pada tahun 1949 berdiri perkumpulan Judo pertama di Jakarta bernama “Jigoro Kano Kwai” yang di pimpin oleh J.D. Schilder (orang Belanda). Perkumpulan tersebut berlatih di gedung YMCA, jalan Nusantara, Jakarta. Anggota perkumpulan Judo tersebut terdiri dari berbagai lapisan antara lain Pelajar, Mahasiswa, Umum, ABRI, anak-anak, orang dewasa, pria dan wanita. Selain belajar Judo mereka juga belajar Jiujitsu (salah satu jenis beladiri Jepang) yang merupakan induk dari olahraga Judo. Pada waktu itu perkumpulan-perkumpulan Judo yang masih berdiri sendiri-sendiri atau belum ada organisasi yang lebih besar yang menaunginya.
Pada tanggal 20 Mei 1955, didirikan perkumpulan Judo yang diberi nama “Judo Institute Bandung” (JIB) oleh Letkol Abbas Soeriadinata, Mayor Uluk Wartadireja, Letkol D. Pudarto, Pouw Tek Siang, dengan pelatih Tok Supriadi (orang Jepang).
Pada tanggal 25 Desember 1955 dibentuk organisasi Judo Indonesia yang diberi nama Persatuan Judo Seluruh Indonesia (PJSI) sebagai organisasi Judo tertinggi di Indonesia, yang mengatur dan mengelola kegiatan Judo secara Nasional maupun Internasional. Pada tahun itu juga PJSI telah diakui oleh Komite Olympiade Indonesia sebagai Top Organisasi Judo di Indonesia. Pada tahun yang sama Indonesia secara resmi mendaftar dan diterima sebagai anggota International Judo Federation (IJF) yang menjadi organisasi Judo tertinggi di dunia.
Tahun 1957, Judo untuk pertama kalinya diikut sertakan dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) IV di Makasar, Sulawesi Selatan sebagai salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan. Tahun 1958 – 1959, ketua Komisi Tekhnik Persatuan Judo Indonesia Djakarta (PJID) yaitu Dachjan Elias, Dan IV berangkat ke negara Jepang untuk memperdalam pengetahuan olehraga Judo. Sekembalinya dari Jepang ia segera mengamil langkah-langkah untuk menggiatkan organisasi, sehingga dalam waktu satu tahun terbukti organisasi PJID lebih dikenal oleh masyarakat Judo termasuk di daerah-daerah di luar Jakarta.
Tahun 1960, PJSI akhirnya melakukan pendekatan kepada PJID untuk berfusi menjadi satu organisasi. PJID menyambut dengan tangan terbuka ajakan PJSI karena hal itu yang ditunggu-tunggu dan telah menjadi cita-cita dari PJID sejak awal didirikannya. Dalam Kongres ke II tanggal 20 Desember 1960 di Bandung, dibentuklah satu PJSI baru yang merupakan gabungan dari PJSI lama dan PJID dengan susunan pengurus bangsa Indonesia didalamnya. Setalah bergabung maka hanya ada satu organisasi saja yaitu PJSI dengan kemajuan-kemajuan yang pesat.
Tahun 1961, pada Pekan Olahraga Nasional (PON) ke V di Bandung diikuti oleh pejudo-pejudo pilihan dari berbagai macam daerah yang tadinya tidak pernah ada kesempatan untuk ikut bertanding. Jago baru muncul dan bibit penuh bakat nampak mengesankan, sebagai juara I pada waktu itu adalah Soedjono yang mewakili dari daerah Riau.
Tahun 1962, dalam Asian Games IV di Jakarta Judo tidak termasuk olahraga yang dipertandingkan tetapi bersifat demonstrasi. Perhatian masyarakat terhadap Judo waktu itu sangat besar. Indonesia berhasil menduduki tempat kedua dalam beregu setelah jepang sebagai negara asal dari olahraga beladiri ini. Tahun 1964, Pejudo Indonesia turut serta dalam persiapan Olympiade 1964 di Tokyo, Jepang. Tahun 1966, Persatuan Judo Seluruh Indonesia (PJSI) mengadakan Kongresnya di Jakarta. Pada tahun ini juga Pejudo Indonesia ikut serta dalam GANEPO ASIAN ke I di Kamboja yang hasilnya sebagai berikut :
1. Anton Darmadja Juara III kelas bulu
2. Fanny Setiawan Atmadja Juara III kelas ringan
3. Tony Atmadjaja Juara III kelas menengah
4. Pieter Rusdhan Tandjono Juara III kelas berat
Tahun 1967, Indonesia ikut dalam Kejuaraan Judo Se-Asia di Manila, Philipina, dipimpin oleh Dachjan Elias. Hasilnya antara lain :
1. Tony Atmadjaja Juara III kelas menengah
2. Paulus Prananto Juara III kelas berat.
Pada tahun 1967 juga pejudo Indonesia ikut serta dalam Universiade di Tokyo, Jepang dimana Indonesia berhasil memperoleh medali perunggu yang merupakan satu-satunya medali bagi kontingen Indonesia yang direbut oleh Tony Admadjaja dalam kelas bebas.
Tahun 1968, PJSI yang berkembang dengan baik serta mendapat dukungan positif, dan bersama daerah-daerah/Komda-Komda mengadakan Kongres ke IV, bersamaan dengan diadakan kejuaraan Nasional. Pada bulan Oktober 1968, Indonesia sebagai anggota Judo Federation Of Asia diundang untuk hadir dalam Kongres JFA ke II di Tokyo, Jepang.
Tahun 1969, pada bulan Agustus/September diadakan Pekan Olahraga Nasional (PON) ke VII di Surabaya, cabang olahraga Judo dipertandingkan.
Tahun 1970, pada bulan Mei, Indonesia menghadiri Kongres ke IV, Judo Federation Of Asia yang sekarang menjadi Judo Union Of Asia (JUA). Pada saat itu juga diadakan kejuaraan Judo se Asia ke II, bertempat di Taipeh, Taiwan. Dalam pertandingan Judo perorangan, Indonesia berhasil merebut mendali perunggu pada kelas ringan dipersembahkan oleh pejudo Johannes Hardjasa. Sedangkan dalam beregu Indonesia berhasil merebut Juara III.
Tahun 1971, Indonesia mengikuti kejuaraan dunia di Ludwighafen, Jerman Barat dan mengikuti Kongres International Judo Federation (IJF). Dalam kejuaraan dunia Indonesia diwakili oleh empat pejudo yaitu : 1. Tony Atmadjaja kelas ringan dan kelas berat, 2. Fanny Atmadjaja kelas menengah, 3. Hendri Atmadjaja kelas menengah, 4. Iswandi Setiawan kelas ringan. Indonesia termasuk dalam “16 Besar” untuk kelas ringan, yaitu urutan ke 12.
Tahun 1972, bulan Agustus/September, PJSI mengikuti Kongres IJF di Muenchen, Jerman Barat. Utusan Indonesia adalah ketua harian PJSI yaitu Soedjono. Tahun 1973, diselenggarakan PON ke VIII di Jakarta dari tanggal 4-15 Agustu. Judo termasuk cabang olahraga yang dipertandingkan dalam PON sampai sekarang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa olahraga Judo di Indonesia sudah lama dikenal dan digemari oleh masyarakat. Perkembangan Judo di Indonesia cukup pesat baik dari segi organisasi dan prestasi para pejudo sudah dapat di banggakan dan sudah dapat berbicara di tingkat Internasional sejak tahun 1960-an sampai sekarang.
PJSI terus menerus mengikuti kegiatan Judo baik di tingkat Asia Tenggara, Asia, maupun tingkat Dunia seperti Olympiade. Sukses yang paling banyak diraih pejudo Indonesia adalah dalam Sea Games, beberapa kali para pejudo Indonesia merebut medali emas terbanyak Sea Games. Para pejudo Indonesia yang pernah mencatat prestasi yang baik di arena pertandingan Internasional setelah para pendahulunya yang disebutkan diatas, antara lain : Ferry Pantaow, Anton Hartono, Yono Budiono, Raymond Rochili, Haryanto Chandra, Djumantoro, Elly Amalia, Eni, Fenni Pantouw, Ida Irianti Kandi, Bambang Prakasa dan lain-lain. Pejudo Indonesia yang menonjol prestasinya tahun 1990-an sampai sekarang antara lain : Krisna Bayu, Dwi, Pieter, Wayan, Maya, Aprilia, Syanti, Tati, Ira Mayasari dan lain-lain. Organisasi PJSI digarap dengan cermat oleh Kwartet H. Muchdi, Dachjan Elias, Soedjono dan Hamidin RH. Pimpinan tertinggi atau ketua umum pernah di jabat oleh H. Muchdi, LetJen TNI Wismoyo Arismunandar, Mayjen TNI Hendro Priyono dan sejak tahun 2003 sampai sekarang dijabat oleh Ir. MP Simatupang.
Tahun 1970, dalam masa kepemimpinan Ir. Soehoed yang waktu itu menjabat Menteri Perindustrian, mulai dilakukan TC jangka panjang untuk pejudo-pejudo muda potensial dan di bangun pusat pelatihan Judo Nasional di Ciloto, termasuk Hotel Lembah Pinus, sekaligus sebagai cabang olahraga pertama di Indonesia yang memiliki fasilitas latihan sendiri yang terbaik saat itu.
Tahun 1990-an, pada masa kepemimpinan Letjen TNI Wismoyo Arismunandar, yang waktu itu menjabat Kastaf TNI AD, tempat para pejudo Indonesia ditempa di Ciloto diperluas lagi dengan membangun Padepokan Judo Indonesia (PJI). Pada waktu itu prestasi Judo Indonesia khususnya di Asia Tenggara (Sea Games) selalu berhasil merebut medali emas terbanyak dan olahraga Judo semakin banyak diminati masyarakat di Indonesia.
Dalam mempelajari Judo kita harus betul-betul menguasai teknik dasar dan peraturan yang berlaku.Olah raga Judo mengenal dua kata macam bentuk latihan,yaitu: Kata dan Randori. Kata adalah suatu system latihan yang meliputi teknik-teknik berupa bantingan,kuncian,cekikan,patahan dan menyerang bagian-bagian tubuh yang berbahaya.Randori adalah latihan bebas mengenai semua yang diajarkan memalui latihan Kata yang dipraktekkan dalam bentuk menyerang dan bertahan.
Sebelum melakukan latihan Judo,seorang Guru/Pelatih Judo harus memberikan peraturan dan tat tertib dalam olah raga Judo yang dimulai dari tata cara penghormatan.
PENGHORMATAN
Dalam kehidupan olah raga Judo ditanamkan rasa saling menghormati sesame anggota baik dalam lingkungan maupan luar lingkungan Judo,rasa saling hormat sangat dibudidayakan.Begitu masuk Dojo kita sudah diharuskan menghormat karena kemungkinan di dalam gedung sudah ada para senior atau para pemimpin baik pelatih maupun pembina.
Begitu masuk matras kita harus menghormat lagi.Demikian juga ketik memulai kegiatan dengan sesame kawan,misalnya Uchikomi atau Randori baik awal maupun sesudahnya.Di dalam Judo dikenal dua macam penghormatan yaitu waktu duduk (Zarei) dan waktu berdiri (Ritsurei).
TATA CARA PENGHORMATAN DI ATAS MATRAS
Setiap ada kegiatan Judo sebelum dimulai ada tata cara yang harus dilakukan dengan berurutan sebagai berikut:
1. Memberi hormat pada waktu akan masuk matras,kemudian berbalik membelakangi matras untuk melepas alas kaki dan dihadapkan keluar arah dari pada alas kaki tersebut.
2. Para pejudo berbaris dengan urutan tingkatan diman sabuk hitam sebelah kanan lalu coklat,biru sampai sabuk putih sebelah kirinya.
3. Berdiri dengan baik,posisi timit kaki dirapatkan kemudian duduk
4. Setelah duduk berikan penghormatan kepada bendera
5. Setelah itu berikan hormat kepada pelatih;dengan serentak para Judoka mengucapkan selamat siang/sore/malam tergantung jam latihan
6. Setelah selesai penghormatan seluruh Judoka berdo’a (Mokuso) kepada Tuhan YME.
7. lalu berdiri dilanjutkan dengan pemanasan,senam hingga latihan
8. Latihan diakhiri dengan cooling down lalu kembali seperti posisi pembukaan tadi.
9. Dilanjutkan duduk yang dilanjutkan berdo’a.Setelah selesai para pejudo menghormat kepada bendera
10. Kemudian penghormatan terakhir kepada pelatih dengan mengucapkan terima kasih secara serentak,setelah itu berdiri dan bubar.
11. Waktu Keluar matras kenakan alas kaki terlebih dulu lalu membalikan badan untuk menghormat ke arah matras.
KELENGKAPAN OLAH RAGA JUDO
Dalam kegiatan olah raga apa pun dibutuhkan sarana dan prasarana untuk mencapai sasaran yang diharapkan.Demikian juga dalam pelaksanaan latihan olah raga Judo dibutuhkan beberapa sarana dan prasarana yang sekurang-kurangnya meliputi dua aspek,yaitu:
Tempat Latihan (Dojo)
Pakaian Judo (Judogi)
TEMPAT LATIHAN (DOJO)
Dalam latihan Judo diperlukan suatu ruangan khusus yang disebut Dojo.Luasnya tidak boleh kurang dari luas ukuran tatami (matras) yang digunakan sebagai alas berlatih Judo.Ukuran sebuah tatami minimal adalah 14 x 14 meter dan maksimal 16 x 16 meter.Daerah pertandingan berukuran minimal 9 x 9 meter dan maksimal 10 x 10 meter.Tiap tatami berukuran 1 x 2 meter sehingga jumlah tatami yang dibutuhkan oleh suatu Dojo sekurang-kurangnya sebanyak 128 lembar;18 lembar di antaranya berwarna merah sebagai pembatas daerah pertandingan.
PAKAIAN JUDO (JUDOGI)
Latihan Judo memerluka pakaian khusus berwarna putih yang terdiri dari celana dan baju.Celana yang dipergunakan adalah celana panjang yang cukup longgar yang mempunyai ketinggian bagian bawah sekitar 5 cm di atas mata kaki.Sedangkan baju harus tebal dan longgar.Bagian tangnnya harus panjang,sekitar 5 cm dari persendian tangan dan lebarnya harus bisa dimasuki sampai ke batas siku,kira-kira selebar 10-15 cm.
Di samping itu para pejudo harus memakai ikat pinggang atau obi yang warnanya sesuai dengan tingkatan yang dimiliki.
TINGKATAN DALAM JUDO
Kemampuan atau tingkatan kemahiran seorang pejudo bisa dilihat memalui sabuk atau obi yang dikenakannya.Dalam Judo dikelan istilah Kyu serta Dan untuk menggambarkan kemampuan seorang pejudo yang rinciannya dari yang terendah sampai yang tertinggi,sebagai berikut :
Tingkatan Kyu :
Kyu 6 dengan sabuk Putih
Kyu 5 dengan sabuk Biru
Kyu 4 dengan sabuk Biru
Kyu 3 dengan sabuk coklat
Kyu 2 dengan sabuk coklat
Kyu 1 dengan sabuk coklat.
Pejudo junior yang usianya sampai 16 tahun mempunyai sabuk tersendiri,yakni:
Kyu 6 dengan sabuk putih
Kyu 5 dengan sabuk kuning
Kyu 4 dengan sabuk orange
Kyu 3 dengan sabuk hijau
Kyu 2 dengan sabuk biru
Kyu 1 dengan sabuk coklat
Tingkat Dan :
Dan 1 dengan sabuk hitam
Dan 2 dengan sabuk hitam
Dan 3 dengan sabuk hitam
Dan 4 dengan sabuk hitam
Dan 5 dengan sabuk hitam
Dan 6 dengan sabuk merah-putih
Dan 7 dengan sabuk merah-putih
Dan 8 dengan sabuk merah-putih
Dan 9 dengan sabuk merah
Dan 10 dengan sabuk merah
Tingkatan bagi wanita sama saja sperti pria hanya sabagai penanda,bagian tengah sabuk wanita memakai pita putih selebar 1 cm.
Untuk tingkatan yang warnanya sama mulai dari yang terendah memakai pita sepanjang 3 cm dan lebarnya 1 cm pada ujung baju sebelah kiri dengan warna yang sama dengan sabuknya,misalnya Dan 2 Strip 2 hitam,Kyu 4 strip 2 biru.
ASAL-USUL JUDO
Awal mula Judo dapat kita telusuri pada jujitsu,aktifitas membela diri nenek moyang bansa Jepang ketika mareka masih hidup di zaman primitive Jomon (5000 tahun SM) hingga zaman Yayoi (abad II-III M).Pada masa itu mereka telah belajar teknik-teknik membanting,memukul,menendang dan mengunci lawan yang bertujuan untuk memenangkan pertarungan baik melawan manusia maupun binatang yang sering terjadi pada masa itu.
Pada zaman Kaisar Nara (552-793 M) tiga keterampilan militer diterapkan di seluruh kekaisaran , yaitu panahan,panahan berkuda dan gulat sumo,namun ketiga ilmu itu tumbuh di tengah-tengah kekacauan politik dan keamanan yang rawan.Pemberontakan lokal sering terjadi yang alih-alih malah menimbulkan keinginan baru pada masysrakat untuk menyempurnakan ilmu bela diri tersebut
Gulat sumo pun mengalami masa transisi dari bentuk rituil ke bentuk militer,terutama ketika Sakanoue menaklukan daerah timur.Pendekar samurai yang menjadi kelas bangsawan pun berlatih sumo yang pada masa itu latihan maupun pertandingan sumo dilakukan dengan mengenakan pakaian lengkap berbeda dengan masa sekarang yang hampir tidak berbajusama sekali.
Selama masa Heihan (794-1184 M) kelompok Genji dan Keike saling berebut supremasi.Akibatnya guru-guru bela diri militer Yaroigumi (bertarung menggunakan pakaian pelindung) dan Katchu Gumiuchi (bertarung menggunakan penutup tubuh dari logam) dimobilisasi besar-besaran.
Masa Moromachi (1392-1573 M) hingga masa Sengoku (1477-1582 M) disebut juga “zaman pendekar perang berkuasa”.Stabilitas politik dan keamanan tidak terjamin karena para panglima perang saling berebut kekuasaan.Kelas samurai hingga lapisan warga biasa turut mempelajari ilmu-ilmu bela diri yang secara taklangsung justru ikut menunjang perkembangan ilmu bela diri terutama Jijitsu Kagosuko dan Koshi No Mawari.
Selama masa Asuchi ke Momoyama (1573-1616 M) gulat sumo cenderung ke bentuk rituil sehingga perbedaan antara sumo dan jujitsu mulai tampak jelas yang pada masa inilah kita mengenal Takeuchi Ryu,slah satu aliran jujitsu yang diorganisir oleh Hisamurai Takeuchi pada tahun 1532 M di Sakushu Tsuyama Okayama sebagai bentuk pertarungan tertua yang teknik-tekniknya tlah ditata dengan baik Aliran ini mempergunakan tekinik patahan untuk melumpuhkan lawan.
Pada tahun 1560 M di Kishu Okayama,Yunshin Sekiguchi mengajarkanb ilmu kepandekaran dan mengambangkan bentuk baku “cara jatuh” (ukemi) yang di kemudian hari menjadi temun penting bagi olah raga Judo yang sama pentingnya dengan randori ,seni pertarungan bebas yang diciptakan pada abad ke-17.
Pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17,TsutsumiHozan Ryu,Miura Yoshin Ryu dan Seigo Ryu di kenal sebagai perkumpulan-perkumpulan jujitsu terkemuka yang tumbuh di tengah-tengah keonaran yang munculdi mana-mana.Alhasil,jujitsu lebih dipelajari sebagai ilmu seni berperang yang menitikberatkan pada latihan fisik dan sensitivas batin (seni) yang terus berkembang hingga masa Edo.Menjelang berakhirnya masa Edo pada akhir abad ke-19,di Jepang telah berkembang sekitar 60 aliran jujitsu.Yang terkemuka adalah Kito Ryu,didirikan oleh Kanyemon Iso pada tahun 1670 M
dan Tenjin Sinyo Ryu yang didirikan oleh Mataemon Iso pada tahun 1795 M.Kedua aliran ini dikenal dengan ciri khasnya (spesialisasi) dalam teknik patahan,pukulan dan kata.
Walau berbeda-beda,aliran-aliran itu dilekatkan oleh satu rasa persatuan,yaitu rasa hormt kepada Shinto yang ada di dojo (sanggar latihan) namun tidak semua dojo beraliran Shinto karena ada juga yang Budhha dan Kong Chu Tsu.Meski demikian semua dojo dianggap suci dandipelihara sebagai tempat latihan fisik dan mental.Tiap-tiap aliran mempunyai doktrin akan tetapi semuanya menaati Bushido dan pembinaan hubungan “atasan-bawahan” yang dimanifestasikan dalam bentuk sopan-santun murid terhadap guru.
PROSES TERBENTUKNYA JUDO
Sebagai akibat lebih lanjut dari politik “pintu terbuka” yanh diterapkan oleh Komodor Perry (1893 M),memasuki abad XX Jepang memulai program reformasi yang disebut Restorasi Meiji (1868-1912 M).Negara Jepang ini mengalami perubahan besar-besaran dala kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan.Para petani,para tukang dan kaum pedagang,para samurai mempunyai derajat yang sama di bawah kaisar.Zaman semakin damai dan kalangan militer semakin beradaptasi dengan keadaan ini.Latihan-latihan bela diri yang semula hanya dikuasai kalangan militer dipulihkan dan terbuka bagi masyarakat luas.
Pada tahun 1870 seorang remaja bernama Jigoro Kano (Beliau dalah putra ke tiga dari Jirosaku Mareshibu Kano tanggal 28 Oktober 1860) datang dari Hyogo untuk melanjutkan pendidikannya di Setatsu-sho Juko dan Ikuei Gijiku di Tokyo.Kelak beliau akan di catat sebagai figure penting dalam perkembangan olah raga Judo.
Tahun 1877 Jigoro Kano mulai belajar jujitsu di Kaisei Gako yamh sekarang bernama Universitas Tokyo.Ia mempelajari aliran Tenjin Shinyo Ryu langsung di bawah asuhan Masamoto Iso dan Machino Suke Fukuda.Dari situlah ia mempelajari randori dan kata.Kemudian ia menerima bimbingan Tsunetoshi Shikobu dari aliran kito ryu yang mengajarkan bentuk-bentuk jujitsu yang sama sekali berbeda denagn apa yang ia pelajari selama ini.Di luar itu Jigoro Kano tekun mempelajari sendiri buku-buku jujitsu dari aliran-aliran lainnya.Cita-citanya untuk menjdi pendidik ulai mendapatkan jalan.
Tahun 1881 ia ditugaskan untuk meneliti teknik-teknik mendidik di negara-negara lain.Tahun 1882 Jigoro Kano mengawali karir sebagai pendidik dengan mengajar di Gakusui.Waktu itu ia telah memilih teknik-teknik terbaik dari berbagai aliran jujitsu ysng sudah berkembang sejak zaman Edo.Selain memperbaiki beberapa bagian,ia sendiri menciptakan teknk-teknik baru yang dikenal sebagai judo kodokan.
Dojo Jigoro Kano di Kiul Eishoji yang terletak di Shimoyo Tokyo pada mulanya hanya terdiri 12 lembar tatami (matras).Ia mengkaji berbagai jenis teknik secara ilmiah dan rasional untuk mendapatkan konsep baru yang pada intinya adalah perpaduan antar kekuatan dan kelembutan.
Pihak luar pun mulai tertarik.Tahun 1883,Pers School mengadakan satu kelas di rumah Jigoro Kano.Kementerian Pendidikan Jepang yang memang selalu mengevaluasi segi-segi positif jujitsu yang dikembangkan sebagai seni bela diri dalam pendidikan jasmani di sekolah-sekolah pun akhirnya mengakui temuan Jigoro Kano.Pilot project pun diadakan tahun tersebut,yakni diajarkannya Judo di beberapa perguruan tinggi bergengsi yaitu Akademi Maritim,Universitas Tokyo dan Universitas Kei.Perkembangannya cukup pesat dalam tahun itu saja sekitar 1500 murid Judo berlatih di Dojo utama Kodokan dan di pusat-pusat Judo di luar Tokyo seperti Konojuku,Kyoto dan Narayama.Penemunya pun mendapatkan gelar terhormat : Profesor Jigoro Kano.
ARTI JUDO
Judo terdiri dari dua suku kata yaitu JU yang berarti halus atau lembut dan DO yang berarti cara atau jalan.Jadi arti kata JUDO adalah “cara yang halus atau jalan yang lembut”.Dalam olah raga Judo tujuan membanting,mengunci,mencekik dan mematahkan sendi tidak dimaksudkan untuk menghancurkan atau mencelakakan lawan akan tetapi hanya untuk melumpuhkan atau mengalahkan lawan.Setiap Pejudo (Judoka) yang membanting lawan dengan teknik apa pun pegangan salah satu lawan pasti tidak pernah lepas.Tujuannya adalah mencegah lawan agar tidak cidera dengan cara menarik salah satu tangan lawan ketika jatuh ke matras atau dengan cara menahan daya dorong arah jatuhnya.
Tujuan utama dari Judo adalah mengembangkan falsafah jiwa Prof.Jigoro Kano yang menerangkan bahwa “seseorang yang bergabung dalam suatu kelompok bangsa harus bekerja sama secara damai demi tercapainya kesejahteraan masyarakat banyak.Untuk itu harus ada satu hubungan yang erat antara jiwa yang satu dengan yang lain dengan cara melakukan usaha yang terus-menerus.Untuk mencapai tujuan itu seseorang harus mengembangkan dirinya sendiri dulu agar bias bekerja sama dengan orang lain demi mencapai tujuan bersama.Manfaat yang timbul bukan hanya bersifat ekonomis namun juga yang bersifat moriil”.
Tujuan kedua dari Judo adalah perkembangan fisik.Dalam teknik bantingan,cekikan,kuncian,patahan dan teknik-reknik baku factor fisik sangatlah penting.Kita dapat meraih hasil yang terbaik melalui latihan tersebut.
Tujuan ketiga dari Judo adalah pembelaan diri.Melalui latihan-latihan Judo kita dapat menghindari kejadian-kejadian yang tidak kita inginkan.Dengan kata lain,olah raga Judo merupakan usaha menjaga diri dari bahaya yang akan menimpa kita.
Ikhtiar untuk mencapai ketiga tujuan tersebut yaitu perkembangan spiritual,kesegaran fisik dan pembelaan fisik yang dilakukan dengan penuh kesungguhan untuk mencapai tujuan yang baik tanpa melupakan bahwa kelembutan dapat mengatasi kekerasan adalah prinsip dasar olah raga Judo.
SEJARAH JUDO
Judo mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1942 ketika tentara Jepang mulai menduduki Indonesia. Pada hari-hari tertentu tentara Jepang berlatih Judo di lingkungan asramanya, lama kelamaan tentara Jepang bergaul dan bersahabat dengan orang-orang lingkungan asrama tentara Jepang, maka orang Indonesia yang menjadi sahabat dekat tentara Jepang ikut berlatih Judo dan dipilih betul-betul sangat selektif dengan tujuan jangan sampai membahayakan keberadaan tentara Jepang di Indonesia pada waktu itu.
Pada tahun 1949 berdiri perkumpulan Judo pertama di Jakarta bernama “Jigoro Kano Kwai” yang di pimpin oleh J.D. Schilder (orang Belanda). Perkumpulan tersebut berlatih di gedung YMCA, jalan Nusantara, Jakarta. Anggota perkumpulan Judo tersebut terdiri dari berbagai lapisan antara lain Pelajar, Mahasiswa, Umum, ABRI, anak-anak, orang dewasa, pria dan wanita. Selain belajar Judo mereka juga belajar Jiujitsu (salah satu jenis beladiri Jepang) yang merupakan induk dari olahraga Judo. Pada waktu itu perkumpulan-perkumpulan Judo yang masih berdiri sendiri-sendiri atau belum ada organisasi yang lebih besar yang menaunginya.
Pada tanggal 20 Mei 1955, didirikan perkumpulan Judo yang diberi nama “Judo Institute Bandung” (JIB) oleh Letkol Abbas Soeriadinata, Mayor Uluk Wartadireja, Letkol D. Pudarto, Pouw Tek Siang, dengan pelatih Tok Supriadi (orang Jepang).
Pada tanggal 25 Desember 1955 dibentuk organisasi Judo Indonesia yang diberi nama Persatuan Judo Seluruh Indonesia (PJSI) sebagai organisasi Judo tertinggi di Indonesia, yang mengatur dan mengelola kegiatan Judo secara Nasional maupun Internasional. Pada tahun itu juga PJSI telah diakui oleh Komite Olympiade Indonesia sebagai Top Organisasi Judo di Indonesia. Pada tahun yang sama Indonesia secara resmi mendaftar dan diterima sebagai anggota International Judo Federation (IJF) yang menjadi organisasi Judo tertinggi di dunia.
Tahun 1957, Judo untuk pertama kalinya diikut sertakan dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) IV di Makasar, Sulawesi Selatan sebagai salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan. Tahun 1958 – 1959, ketua Komisi Tekhnik Persatuan Judo Indonesia Djakarta (PJID) yaitu Dachjan Elias, Dan IV berangkat ke negara Jepang untuk memperdalam pengetahuan olehraga Judo. Sekembalinya dari Jepang ia segera mengamil langkah-langkah untuk menggiatkan organisasi, sehingga dalam waktu satu tahun terbukti organisasi PJID lebih dikenal oleh masyarakat Judo termasuk di daerah-daerah di luar Jakarta.